ATRESIA ANI
A. PENGERTIAN
Merupakan suatu kelainan malformasi kongenital dimana terjadi
ketidaklengkapan perkembangan embrionik
pada bagian anus atau tertutupnya anus
secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah
anus. Lokasi terjadinya anus imperforata ini meliputi bagian anus, rektum, atau
bagian di antara keduanya. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2011)
Imperforata ani (atrisia ani) adalah tidak komplitnya
perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara
abnormal. (Suryadi & Rita Yuliani, 2010. Abdullah Royyan, 2012)
Imperforata anus
adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar.
(Donna L. Wong, 2003)
Merupakan suatu kelainan bawaan dimana tidak ada lubang tetap pada
anus. (Weni Kristiyanasari, 2011)
Malforasi kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforata meliputi anus, rektum atau batas di antara keduanya. Ada dua klasifikasi anus imperforata,
berhubungan dengan penempatan ujung distal kolon (rektum). Yaitu :
1.
Anus imperforata tinggi, rektum
berakhir di atas suspensorium puborektal, kompleks otot utama pengendali
sfingter dan defekasi.
2.
Anus imperforata rendah, rektum
melintasi suspensorium puborektal, dengan lokasi abnormal di perineum.
(Betz, Cecily L, 2002)
B. ETIOLOGI
1. Secara pasti belum diketahui.
2. Merupakan anomaly gastrointestinal dan genitourinary.
C. PATOFISIOLOGI
1. Terdapat dua tipe yaitu tipe letak tinggi yang mana terdapat penghalang
diatas otot leverator ani. Tipe letak rendah adalah adanya penghalang dibawah
otot lareverataor ani.
2. Anus dan rectum berkembang dari ambrionik bagian belakang. Ujung ekor
dari bagian belakang berkembang jadi kloaka yang merupakan bakat genitourinary
dan struktur anorektal.
3. Terjadi steanosis anal karena adanya penyempita pada kanal anorektel.
4. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 minggu dalam perkembangan fetal.
5. Gangguan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesisi sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina.
6. Tidak ada pembukaan usus besar
yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehingga
intestinal mengalami obstruksi.
D. MANIFESTASI
KLINIS
1. Kegagalan lewatnya mokonium saat atau setelah lahir.
2. Tidak ada atau steanosis kanal.
3. Adanya membran anal.
4. Fistula eksternal pada perineum
5. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
6. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
7. Mekonium keluar melalui fistula atau anus yang salah letaknya.
8. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada
fistula)
9. Kembung yang
progresif
10. Kadang-kadang
disertai :muntah-muntah pada umur 24-48 jam
11. Urin
bercampur mekonium
E. KOMPLIKASI
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang :
a.
Eversi mukosa anal
b.
Stenosis (akibat
kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
c.
Impaksi dan
konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)
d.
Masalah atau
kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
e.
Inkontinensia
(akibat stenosis anal atau impaksi)
f.
Prolaps mukosa anorektal
(menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
g.
Fistula kambuhan
(karena tegangan di area pembedahan dan infeksi)
F. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan dignostik yang
umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksaadanya sel-sel
epithelial mkonium.
3. Pemeriksaan sinar-X lateral inverse ( tehnik Wangensteen-Rice) dapat
menunjukan adanya kumpal udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau didekat
perium; dapat menyelesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah
udara sampai ke ujung kantong rectal
G. PENATALAKSANAAN
Jalan terbaik untuk klien dengan
atrisia ani adalah dengan dilakukan pembedahan :
1. Kolostomi
2. Transversokolostomi (kolostomi dikolon tranversum)
3. Sigmoidostomi (kolostomi dikolon sigmoid)
4. Bentuk yang aman adalah daoudlebarret atau lran ganda.
5. Lakukan
colok dubur untuk mengetahui secara pasti keadaan anus.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kaji bayi
setelah lahir ; pemeriksaan fisik
b. Tanpa
mekonium dalam 24 jam setelah lahir
c. Gunakan
termometer rektal untuk menentukan kepatenan rektal
d. Adanya tinja
dalam urine, dan vagina
e.
Kaji psikososial keluarga
f.
Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan
bila mekonium tampak pada orivisium yang tidak tepat.
g.
Observasi feses yang seperti karbon pada bayi
lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau
distensi abdomen.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Prapembedahan :
1)
Kekurangan volume cairan b/d keluaran yang
berlebihan (muntah)
2)
Kecemasan b/d
kurangnya informasi mengenai prosedur pembedahan.
b.
Pasca bedah :
1)
Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan
pada anus (luka post operasi).
2)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
kurangnya intake.
3)
Resiko infeksi b/d inflamasi (luka post
operasi).
3. Intervensi
a. Prapembedahan
:
1) Kekurangan
volume cairan b/d keluaran yang berlebihan (muntah)
Intervensi :
§ Monitor
status hidrasi (tanda dehidrasi dan keseimbangan cairan)
§ Pertahankan
intake cairan sesuai dengan kebutuhan
§ Monitor BB
§ Kolaborasi
dengan tim medis dalam rencana pembedahan
2)
Kecemasan b/d
kurangnya informasi mengenai prosedur pembedahan.
Intervensi :
§ Kaji sejauh
mana kurangnya informasi yang dibutuhkan
§ Jelaskan
tentang prosedur persiapan operasi dan proses, dan hal-hal yang harus dilakukan
setelah operasi pembedahan.
§ Kaji
kemampuan koping keluarga dalam menghadapi pembedahan yang dilakukan pada anak.
b.
Pasca bedah :
1)
Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan
pada anus (luka post operasi).
Intervensi :
§ Berikan
rendam duduk pasca pembedahan 1 mingu lebih.
§ Berikan
posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan pasien
§ Berikan
zinkum oksida pada daerah kulit yang mengalami iritasi.
§ Lakukan
kolaborasi dalam pemberian analgetik.
2)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d
kurangnya intake.
Intervensi :
§ Lakukan monitoring
terhadap bising usus, apabila sudah mulai kedengaran berikan cairan.
§ Berikan diet
lanjutan lengkap sesuai dengan toleransi.
§ Monitor
asupan parenteral, interal atau oral.
§ Lakukan
monitoring berat badan.
3)
Resiko infeksi b/d inflamasi (luka post operasi).
Intervensi :
§ Lakukan
penggantian balutan dan perhatikan adanya dreinase, kemerahan, serta adanya
inflamasi
§ Bershkan
daerah anal untuk mencegah kontaminasi feses.
§ Ganti posisi
bayi setiap 2 jam
§ Monitor
tanda-tanda infeksi sistemik dan lokal
§ Lakukan
kolaborasi dalam pemberian antibiotiok.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku
Keperawatan Pediatri E/3. Jakarta : EGC
Hidayat, A. Alimul. 2008. Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, A. Alimul. 2011. Pengantar
Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Kristiyanasari, Weni. 2011. Asuhan
Keperawatan Neonatus Dan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika
Royyan, Abdullah. 2012. Asuhan
Keperawatan Klien Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Suriadi & Rita Yuliani. 2010. Asuhan
Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV Sagung Seto
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik E/4. Jakarta
: EGC
bgus say
BalasHapusbloh copy yeac
BalasHapus