Minggu, 07 Agustus 2016

ASKEB KOMUNITAS “KBI,KBE,KAA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2 : Postpartum primer terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir. Postpartum sekunder terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibatadanya atonia uteri.
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempatmelekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Umumnya perdarahan karenaatonia uteri terjadi dalam 24 jam pertama post partum.
Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama masakehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika uterusitu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkankehilangan darah yang sangat banyak. sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja. Pada perdarahan postpartum karena atonia uteri bila tidak dilakukan penanganan secara komprehensif dapat mengakibatkan kematian pada ibu.
Penatalaksanaan pada perdarahan postpartum karena Atonia Uteri yaitu diantaranya melakukan drip Oksitosin, Kompresi Bimanual Interna, Kompresi Bimanual Eksterna, Kompresi Aorta Abdominal dan apabila perdarahan terus berlangsung dilakukan tindakan operatif yaitu Ligasi Arteri Uterina atau Histerektomi.
Dari fenomena tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus Dengan Perdarahan Post Partum Dini Karena Atonia Uteri
.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul makalah, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana asuhan kebidanan pada ibu bersalin untuk menghentikan pendarahan yang dilakukan dengan tindakan KBI, BKE dan KAA”.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai acuan untuk melaksanakan Asuhan Kebidanan kepada Ibu bersalin dengan perdarahan sehingga dilakuan tindakan KBI ini.
 

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komperesi Bimanual
Kompresi bimanual dilakukan jika terjadi atonia uteri pasca persalinan. Dalam kasus ini uterus tidak berkontraksi dengan penatalaksanaan aktif kala III dalam waktu 15 detik setelah plasenta lahir.
Prinsip Pelaksanaan Kompresi Bimanual :
1. Kaji ulang indikasi
2. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga
3. Cegah infeksi sebelum tindakan
4. Kosongkan kandung kemih
5. Pastikan perdarahan karena atonia uteri
6. Pastikan plasenta lahir lengkap
Tindakan Komperensi Bimanual terbagi menjadi 2 :
a) Kompresi Bimanual Internal
Menurut Varney 2004 KBI adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera hemoraghe post partum (HPP) dengan melibatkan kompresi uterus dengan dua tangan. Depkes 1996-1997 adalah suatu tindakan menekan rahim dengan kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk berkontraksi dan mengurangi perdarahan. Secra umum KBI adalah suatu cara untuk mengatasi perdarahan karena atonia uteri yang tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (massase fundus uteri).
Kompresi Bimanual Interna yaitu salah satu tangan penolong yang dominan dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di belakang uterus. Sekarang korpus uteri terpegang antara 2 tangan antara lain, yaitu tangan kanan melaksanakan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.
Kompresi bimanual internal dilakukan saat terjadi perdarahan. Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
– Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
– Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
b) Kompresi Bimanual Eksternal
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan.
Penolong dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk penatalaksanaan atonia uteri. Dalam melakukan kompresi bimanual eksterna ini, waktu sangat penting, demikian juga kebersihan. sedapat mungkin ,gantillah sarung tangan atau cucilah tangan sebelum memulai tindakan ini.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
c) Kompresi Aorta Abdominal
Kompresi bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanika yang digunakan adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi meometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat berkontraksi). Kontraksi meometrium dibutuhkan untuk menjepit anyaman cabang- cabang pembuluh darah besar yang berjalan diantaranya. Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual eksterna) atau dari dalam (kompresi bimanual interna), tergantung tahapan upaya mana yang memberikan hasil atau dapat mengatasi perdarahan yang terjadi. Bila kedua upaya tersebut belum berhasil, segera lakukan usaha lanjutan, yaitu kompresi aorta abdominalis.
Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
– Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit.
– Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.
– Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.
Pada keadaan yang sangat terpaksa dan termpat rujukan yang sangat jauh, walaupun bukti- bukti keberhasilan kurang menyokong tapi dapat dilakukan tindakan alternatif yaitu pemasangan tampon uterovaginal dan kompresi eksternal. Upaya tersebut diatas sebaiknya dikombinsikan dengan uterotonika (oksitosin 20 UI, ergometrin 0,4 mg dan / atau misoprostol 600 mg).

B. Etiologi/Penyebab
Tindakan kompresi bimanual interna, eksterna dan kompresi aorta abdominal ini dilakukan apabila adanya perdarahan, perdarahan postpartum disebabkan oleh :
– Atonia Uteri
Kegagalan uterus untuk berkontraksi.
– Sisa Plasenta dan selaput ketuban
– Inversio Uteri
Inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.
C. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke pembuluh, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna hal inilah yang menyebabkan perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah. Penyakit perdarah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
a. Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
1) Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.
2) Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3) Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
b. Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1) Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2) Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.
Penanganannya : ambil spekulum dan cari robekan.
Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika, uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri biasanya dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum, karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.Sehingga untuk mengatasi perdarahan tersebut diatas harus dilakukan Kompresi Bimanual Interna apabila tidak berhasil lakukan Kompresi Bimanual Eksterna apabila kedua tindakan tersebut tidak berhasil dapat dilakukan Kompresi Aorta Abdominalis.
d. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Gejala Klinis umum yang terjadi untuk dilakukannya tindakan KBI dan KBE adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a) Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)
b) Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
c) Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat
e. Penatalaksanaan
1. Siapkan peralatan
– Alas bokong dan alas penutup perut bawah
– Larutan antiseptik.Analgesik (tramadol 1-2 mg/kgBB)
– Oksitosin 20 IU (2 ampul)
– Ergometrin 0,20 mg/ml.Set infus (jarum ukuran 16 atau 18)
– Cairan infus (ringer Laktat 3 botol)
– Misoprostol 600-1000mcg.Oksigen dan regulator 10,1 U/ml
– Tensimeter dan stateskop
– Lampu sorot
– Sarung tangan DTT/steril (4 pasang)
– Tabung dan jarum suntik (5 ml dan nomor 23)
– 2 buahKateter nelaton
– Handuk bersih
– Minuman manis untuk rehidrasi
– Peralatan infuse
– Jarum infuse
– Plester
– Kateter urin
2. Bila mungkin mintalah bantuan seseorang
3. Cobalah masase ringan agar uterus berkontraksi
4. Periksa apakah kandung kemih penuh. Jika kandung kemih penuh,mintalah ibu untuk buang air kecil bila tidak memungkinkan pasanglah kateter.
5. Jika perdarahan tidak berhenti setelah dilakukan KBI, lakukan KBE jika tidak juga berhasil lakukan KAA.
6. Informed consent
7. Pasang infuse
8. Prosedur Tindakan
a) Kompresi bimanual internal :
1) Penolong berdiri di depan pulva pasien
2) Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, basahi dengan larutan antiseptic.
3) Secara Obstertic memasukan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan ke dalam vagina ibu.
4) Periksa vagina dan serviks untuk mengetahui ada tidaknya selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri yang memungkinkan uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.
5) Letakkan kepalan tangan pada forniks anterior, menekan dinding anterior uterus, sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam.
6) Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
7) Evaluasi hasil kompresi bimanual internal:
o Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina, pantau kondisi ibu secara melekat selama kala IV
o Jika uterus berkontraksi tetapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut, segera lakukan penjahitan bila ditemukan laserasi.
o kontraksi uterus tidak terjadi dalam 5 menit, lakukandan ajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal.
b) Kompresi Bimanual Eksternal
1) Penolong berdiri menghadap sisi kanan pasien.
2) Tekan ujung jari telunjuk, tengah, dan manis satu tangan diantara simpisis dan umbilikus pada korpus depan bawah sehingga fundus uterus naik ke arah dinding abdomen.
3) Meletakkan sejauh mungkin telapak tangan lain di korpus uterus bagian belakang dan dorong uterus ke arah korpus depan.
4) Menggeser perlahan-lahan ujung ketiga jari tangan pertama ke arah fundus sehingga telapak tangan dapat menekan korpus uterus bagian depan.
5) Melakukan kompresi korpus uterus dengan jalan menekan dinding belakang dan dinding depan uterus dengan telapak tangan kiri dan kanan (mendekatkan tangan belakang dan depan).
6) Perhatikan perdarahan. Bila perdarahan berhenti, pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat berkontraksi dengan baik. Bila perdarahan belum berhenti, lanjutkan pertolongan berikutnya.
7) Memberikan Ergometrin 0,2 mg IM atau Misoprostol 600-1000 mcg per rektal. Ergometrin tidak diberikan untuk ibu hipertensi.
8) Memakai sarung tangan DTT dan ulangi KBI.
c) Kompresi Aorta Abdominal :
1) Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul penolong.
2) Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan sedikit fleksi pada artikulasio koksae.
3) Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.
4) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut.
5) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.
6) Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/ sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta).
7) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi arteri femoralis).
8) Perhatikan :
– Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik, usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.
– Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai fasilitas rujukan.
– Bila kompresi sulit untuk dilakuakan secara terus menerus maka lakukan pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang dan lakukan rujukan.
9) Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan baik. Teruskan pemberian uterotonika
10) Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.
11) Apabila semua tindakan telah dilakukan dan perdarahan masih juga terjadi dan belum ada kontraksi Segera rujuk pasien
12) Mendampingi pasien ke tempat rujukan
13) Pasang infus dengan diberikan oksitosin 20 unit dalam 500 cc Ringer Laktat dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di empat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus, kemudian lanjutkan dengan kecepatan 125 ml/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup, beri 500 ml kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidarasi.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan Kompresi Bimanual Interna ini dapat di lakukan jika terjadi perdarahan, yang disebabkan karena adanya atonia uteri, sisa plasenta yang tertinggal dan inversio uteri. Tindakan Kompresi Bimanual InternaL ini adalah dimana tangan kiri penolong dimasukan ke dalam vagina dan sambil membuat kepalan diletakan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari di depan serta jari-jari lain di belakang uterus. Oleh karena itu, Kompresi ini harus dilakuakn dengan segera agar perdarahan pada ibu bersalin dapat terhentikan dengan secepat mungkin.
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat dihentikan.ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan.
KBE menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua beah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan berkurang,kompresi diteruskan , pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil diakukan kompresi bimanual internal.
Kompresi aorta dilakukan untuk menghentikan pendarahan dilakukan dengan beberapa cara yaitu Tata cara komperesi aorta abdominalis : Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan tangan kiri selama 5 s/d 7 menit. Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu banyak kekurangan darah.Tekanan aorta abdominalis untuk mengurangi perdarahan bersifat sementara sehingga tersedia waktu untuk memasang infus dan memberikan uterotonika secara intravena.
B. Saran
Bagi petugas kesehatan hendaknya berusaha semaksimal mungkin mencegah terjadinya perdarahan post partum dan mengetahui cara-cara menghentikan perdarahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar